Rabu, 04 Mei 2011

SAGU


A.  LATAR BELAKANG

Sagu (Metroxylon sp.) di duga berasal dari Maluku dan Irian. Hingga saat ini belum ada data yang mengungkapkan sejak kapan awal mula sagu ini dikenal. Di wilayah Indonesia bagian Timur, sagu sejak lama dipergunakan sebagai makanan pokok oleh sebagian penduduknya terutama di Maluku dan Irian Jaya. Teknologi eksploitasi, budidaya dan pengolahan tanaman sagu belum dipandang serius oleh pemerintah negara ini padahal sagu merupakan pontensi yang sangat besar bagi pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat sebagai sumber energi. Sedangkan negara yang tidak mempunyai potensi untuk tumbuhnya sagu seperti Malaysia justru mengeksploitasi teknologi pengolahan sagu yang berasal dari Indonesia.
            Manfaat sagu selain sebagai bahan pangan, juga dapat digunakan sebagai obat sakit perut seperti: Perut Kembung, Mencret, Buang Air Besar dengan darah, Muntah-muntah dan semua gangguan pada perut.
            Sagu dapat diolah dengan bermacam-macam panganan yang selain memberikan rasa dan manfaat bagi tubuh juga memberi nilai tambah setelah diolah seperti mi sagu, roti, biscuit, sagu, sup, sagu, papeda dan masihbanyak lagi panganan yang dapat dibuat dari tepung sagu.






B.   DASAR TERORI
Sagu adalah butiran atau tepung yang diperoleh dari teras batang pohon sagu atau rumbia (Metroxylon sago Rottb.). Tepung sagu memiliki ciri fisik yang mirip dengan tepung tapioka. Dalam resep masakan, tepung sagu yang relatif sulit diperoleh sering diganti dengan tepung tapioka, meskipun keduanya sebenarnya berbeda.
Sagu merupakan makanan pokok bagi masyarakat di Maluku dan Papua yang tinggal di pesisir. Sagu dimakan dalam bentuk papeda, semacam bubur, atau dalam bentuk-bentuk yang lain. Sagu sendiri dijual sebagai tepung curah maupun yang dipadatkan dan dikemas dengan daun pisang. Selain itu, saat ini sagu juga diolah menjadi mi dan mutiara.
Sebagai sumber karbohidrat, sagu memiliki keunikan karena terdapat di daerah rawa-rawa (habitat alami rumbia). Kondisi ini memiliki keuntungan ekologis tersendiri, walaupun secara ekonomis kurang menguntungkan (menyulitkan distribusi).
Tepung sagu kaya dengan karbohidrat (pati) namun sangat miskin gizi lainnya. Ini terjadi akibat kandungan tinggi pati di dalam teras batang maupun proses pemanenannya.
Seratus gram sagu kering setara dengan 355 kalori. Di dalamnya rata-rata terkandung 94 gram karbohidrat, 0,2 gram protein, 0,5 gram serat, 10mg kalsium, 1,2mg besi, dan lemak, karoten, tiamin, dan asam askorbat dalam jumlah sangat kecil.(wikipedia 2010)
Di seluruh nusantara terdapat pohon sagu dan sagu-saguan. Daerah-daerah yang merupakan sagu utama ialah Irian Jaya, Maluku (terutama Seram dan Halmahera), Sulawesi, Kalimantan (terutama Kalimantan Barat) dan Sumatera (terutama Riau). Hutan sagu alam yang luas terdapat di sepanjang dataran rendah pantai dan muara sungai di Irian Jaya, Seram, Halmahera dan Riau. Di daerah lain hutan sagu yang ada sekarang kebanyakan merupakan kebun sagu yang meliar menjadi hutan karena tidak ada pemeliharaan (Heyne, 1950).

Di Jawa sagu tidak terdapat umum dan ditemukan secara terbatas di Banten dan di beberapa tempat sepanjang pantai utara Jawa Tengah. Di daerah Maluku Tenggara yang berhujan kurang, sagu ditemukan lebih sedikit atau tidak ada. Di Bali, Nusa Tenggara Barat dan Timur serta Timor Timur tidak terdapat sagu. Yang ada ialah sagu-saguan. (Wijandi,dkk 1981).
Komponen yang paling domonan dalam aci sagu adalah pati (karbohidrat). Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan untuk persediaan bahan makanan. Komposisi kimia dalam setiap 100 gram aci terdiri dari 355 kal kalori, 0,7 gr protein, 0,2 gr lemak, 84,7 gr karbohidrat, 14 gr air, 13 mg fosfor, 11 mg kalsium, 1,5 gr besi (Haryanto dan Philipus, 1992).
Pati sagu mengandung sekitar 27 persen amilosa dan sekitar 73 persen amilopektin. Rasio amilosa akan mempengaruhi sipat pati itu sendiri. Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering, kurang lekat dan cenderung meresap lebih banyak air (higroskopis). Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan (1-4)α – glukosa, sedangkan amilopektin mempunyai ikatan (1-6)α – glukosa seperti yang disajikan bercabang (Wiranatakusumah, dkk, 1986).
Sagu merupakan tanaman penghasil karbohidrat yang paling produktif. Tabungan karbohidrat di hutan sagu Indonesia mencapai 5 juta ton pati kering per tahun, setara dengan 3 juta kiloliter bioetanol. Mengingat habitat sagu di lahan payau dan tergenang air maka pengembangan sagu sebagai sumber energi bioetanol tidak akan membahayakan ketahanan pangan. Sekitar Danau Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua. Di tempat tersebut dijumpai keragaman plasma nutfah sagu yang paling tinggi. Areal sagu terluas terdapat di Papua (1,2 juta ha) dan Papua Nugini (1,0 juta ha) yang merupakan 90% dari total areal sagu dunia. Tanaman sagu tersebar di wilayah tropika basah Asia Tenggara dan Oseania, terutama tumbuh di lahan rawa, payau atau yang sering tergenang air. Batang sagu ditebang menjelang tanaman berbunga, saat kandungan patinya tertinggi. Setelah


Sumber tepung sagu yang utama adalah Metroxylon Sagu, yang ditemukan Asia Bagian tenggara dan Guinea Baru; lain jenis, termasuk M. salomonense dan M. amicarum ditemukan di Melanesia Dan Micronesia di mana itu lebih sedikit penting secara ekonomis sebagai sumber sagu untuk dikonsumsi. Tepung Sagu atau Metroxylon memiliki karbohidrat yang hampir murni dan mempunyai sangat kecil protein, vitamin, atau mineral. Seratus gram dari sagu kering menghasilkan 355 kalori, mencakup suatu rata-rata 94 gram karbohidrat, 0.2 gram protein, 0.5 gram dari serabut berkenaan dg aturan makan, 10mg zat kapur, 1.2mg besi/ setrika, dan sedikit karotein, thiamine, dan cuka asorbik. Sagu dapat disimpan untuk minggu atau bulan, walaupun umumnya disepakati dimakan segera setelah itu diproses (Anonim, 2008).
Pengolahan bagian dalam batang pohon sagu menjadi bagian-bagian kecil dengan menggunakan parut yang terbuat dari bahan kayu dan paku sebagai mata parut. Pada masyarakat Akit di Pulau Rupat alat tersebut dikenal dengan sebutan pahut sagu. Masyarakat Mentawai di Pulau Siberut mencacah bagian dalam batang pohon sagu dengan alat yang disebut kukuilu. Alat ini berbentuk segitiga yang terbuat dari kayu yang diikat satu sama lain dengan menggunakan tali dari kulit kayu. Pemrosesan sari/pati sagu dan pengeringan. Pati sagu dikeluarkan dari parutan sagu dengan cara diinjak-injak dengan kaki. Kegiatan tersebut di Pulau Lingga disebut diirik, sehingga alatnya disebut juga alat pengirik yang terdiri dari langgar atau pelantar terbuat dari kayu lait, dan diberi dasar tikar sebagai wadah tempat sagu. Biasanya di dekat alat pengirik dipasang timba air yang berfungsi untuk menyiram parutan sagu yang diinjak-injak, yang terdiri dari bambu, tali, timba, dan batu pemberat. Selanjutnya pati sagu ditampung dengan ube atau uba (penampung). Alat tersebut berbahan kayu dan berbentuk menyerupai perahu pencalang. Pada ujungnya dibuat lobang tempat keluar air. Apabila uba dipenuhi air, sementara pengirikan masih berlangsung, maka air akan keluar melalui lubang tersebut, sedangkan pati sagu mengendap pada dasar uba. Hasil sagu irikan diambil dari dalam uba. Karena sagu yang dihasilkan masih kotor maka dimasukkan ke tempayan yang 2/3 diisi air laut kemudian diaduk sehingga ampas kotoran lainnya naik ke permukaan dan pati sagu mengendap di dasar tempayan (Susilowati, 2008).
Pembuatan suspensi pati dilakukan dengan langkah memasukkan aci sagu ke dalam tangki suspensi dan ditambah dengan air sampai suspensi pati mencapai konsentrasi 35 % bahan kering. Kemudian pH diatur menjadi 6,0-6,5 dengan penambahan CH3COOH. Selanjutnya suspensi pati ditambah termamyl 60 L dengan dosis satu liter (1L) untuk setiap ton bahan baku atau 0,001 ml/gram aci, sambil di aduk agar setiap bagian yang terkandung merata (Harsanto, 1986).
Untuk mendapatkan aci sagu, maka dari empelur batang sagu diperlukan ekstraksi aci dengan bantuan air sebagai perantara. Sebelumnya empelur batang dihancurkan terlebih dahulu dengan ditokok atau diparut. Ditinjau dari cara alat yang digunakan, cara ekstraksi sagu yang dilakukan di daerah-daerah penghasil sagu di Indonesia saat ini dikelompokkan secara tradisonal, ekstraksi semi mekanis dan ekstraksi secara mekanis (Pietries, 1966)


PENGOLAHAN SAGU
1.      PENGOLAHAN SAGU MENJADI PATI
Sagu dipanen dengan tahap sebagai berikut:
  1. Pohon sagu dirubuhkan dan dipotong hingga tersisa batang saja.
  2. Batang dibelah memanjang sehingga bagian dalam terbuka.
  3. Bagian teras batang dicacah dan diambil.
  4. Teras batang yang diambil ini lalu dihaluskan dan disaring.
  5. Hasil saringan dicuci dan patinya diambil.
  6. Pati diolah untuk dijadikan tepung atau dikemas dengan daun pisang (dinamakan "basong" di Kendari).
Bahan
Adapun bahan yang digunakan adalah:
Batang sagu
Alat
Adapun alat yang digunakan adalah:
  1. Pisau
  2. Talenan
  3. Saringan
  4. Kain saring
  5. Panci perebusan stainless steel
  6. Baskom
  7. Ember
  8. Parang
  9. Karung goni
Prosedur
Adapun prosedur pengolahanya adalah:
  1. Dikupas bahan kemudian dicuci.
  2. Diparut bahan sampai halus menjadi bubur.
  3. Ditambahkan air pada bahan yang sudah menjadi bubur dengan perbandingan 1:2
  4. Diaduk agar pati banyak terlepas dari sel batang.
  5. Dilakukan penyaringan suspensi pati bubur sagu yang disaring, sehingga pati lolos dari saringan sebagai suspansi pati dan serat tertinggal pada kain saring.
  6. Ditampung suspensi pati di dalam wadah selama 12 jam.
  7. Dibiarkan pati dalam wadah selama 24 jam dan akan mengendap seperti pasta.
  8. Dibuang cairan diatas endapan pasta dan dijemur hingga kering.
  9. Setelah kering pati dihaluskan dan dapat disimpan.
Sagu dapat dibuat menjadi makanan yang enak dan member harga jual tambah jika diolah misalnya sebagai biscuit. Berikut cara pengolahan biscuit dari pati sagu.

  1. PENGOLAHAN SAGU MENJADI BISCUIT
Sagu dapat pjuga diolah menjadi biscuit yang enak. Berikut cara pengolahanya:
Bahan:
  1. Tepung terigu
  2. Tepung sagu Gula halus
  3. Mentega
  4. Telur
  5. Butter
Alat:
  1. Baskom
  2. Mixer
  3. Sendok makan
  4. Plastik 10 kg
  5. Loyang
  6. Oven
  7. Cetakan
  8. Kuas
  9. Stoples
  10. Sarung tangan plastik
  11. Gilingan kue
  12. Serbet bersih
Prosedur Percobaan:
  1. Ditimbang bahan.
  2. Dikocok telur hingga mengembang.
  3. Dihaluskan gula dan mentega kedalam telur.
  4. Dikocok hingga warna menjadi lebih putih.
  5. Dimasukkan tepung terigu dan sagu sedikit demi sedikit hingga adonan kalis atau dapat dicetak.
  6. Dipanggang dengan suhu 1800C selama + 25 menit
Biscuit sagu selain rasanya yang enak juga lebih tahan disimpan dalam jangka waktu tertentu.

3.      PENGOLAHAN SAGU MENJADI OBAT SAKIT PERUT
sagu juga bisa digunakan untuk obat sakit perut seperti:
1. Perut Kembung ,
2. Mencret,
3. Buang Air Besar dengan darah,
4. Muntah-muntah,
5. Semua gangguan perut.
cara membuat ramuan obat sakit perut dari SAGU:
1. Ambil segelas air putih
2. Masukkan 3 sendok makan Tepung SAGU.
3. Masukkan gula jawa
4. Masukkan garam sesuai selera, untuk penyedap saja.
5. Langsung  diminum.
Jangan di campur apa-apa terlebih daulu, karena dikawatirkan menyebabkan iritasi pada lambung dan usus. Resep  ini dipercayai mampu mengobati semua gangguan pada perut.
            Sagu bisa nyembuhi sakit perut.Hal ini disebabkan karena sagu yg  diminum mampu melindungi usus dan lambung dari asam lambung yg berasal dari tubuh, yang dapat menimbulkan sakit perut karena telat makan, makan tidak teratur,dan magh.

KESIMPULAN

Tanaman sagu banyak terdapat di Indonesia terutama Maluku, Papua dan Kalimantan. Kalimantan Barat sagu belum dimanfaatkan dengan baik dan optimal oleh masyarakat. Sagu yang berpotensi tinggi sebagai sumber karbohidrat dan dapat digunakan sebagai obat sakit perut, sagu juga dapat diolah menjadi olahan panganan yang memberi harga jual tambah diantaranya biscuit sagu.


Daftar Pustaka

Anonim. 2008. Metroxylon sago. Dikutip dari http://en.wikipedia.org/wiki/Sago.
Heyne, K. 1950. De nuttige planten van Indonesie. Deel I. N.V. Uitgeverij W. van Hoeve's-Gravenhage. 1450 h.
Haryanto, B. dan Philipus Pangloli.1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius: Bogor.

Pietries, D. 1996. Study Mengenai Hutan Sagu di Maluku. Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Susilowati, N. 2008. Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif. Dikutip dari http://balarmedan.wordpress.com/peralatan-tradisionalpengolahan-sagu-di-pulau-siberut-rupat-dan-pulau-lingga.

Wiranatakusumah, M.A.,A, Apriantono, Ma’arif, Suliantari, D. Muchtadi dan K, Otaka.1986. Isolation Characterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar. Teknologi Consultation. Jakarta.
Wijandi, S., Ch. Pandji, S. Hardjo, Machmud, & E. Gumbira. 1981. Pengembangan pengelolaan sagu di Sulawesi Tenggara dan Maluku. Fak. Teknologi & Hasil Pertanian IPB.
Wikipedia,2010. http://id.wikipedia.org/wiki/Sagu.

JAGUNG


Pendahuluan

Jagung merupakan salah satu tanaman serelia yang tumbuh hampir di seluruh dunia  dan tergolong spesies dengan variabelitas genetik yang besar dan dapat menghasilkan genotip baru  yang dapat beradaptasi terhadap berbagai karakteristik linkungan. Di Indonesia pada umumnya dimakan dalm bentuk beras jagung sebagai sumber energi. Oleh karena sifatnya yang unik serta dapat tumbuh hampir diseluruh negara maka kami memilih jagung sebagai judul makalah kami agar lebih memahami baik sifat secara fisik, kimia dan biologis dari jagung.


Dasar teori
Berdasarkan bukti genetik, antropologi, dan arkeologi diketahui bahwa daerah asal jagung adalah Amerika Tengah (Meksiko bagian selatan). Budidaya jagung telah dilakukan di daerah ini 10.000 tahun yang lalu, lalu teknologi ini dibawa ke Amerika Selatan (Ekuador) sekitar 7000 tahun yang lalu, dan mencapai daerah pegunungan di selatan Peru pada 4000 tahun yang lalu. Kajian filogenetik menunjukkan bahwa jagung (Zea mays ssp. mays) merupakan keturunan langsung dari teosinte (Zea mays ssp. parviglumis). Dalam proses domestikasinya, yang berlangsung paling tidak 7000 tahun oleh penduduk asli setempat, masuk gen-gen dari subspesies lain, terutama Zea mays ssp. mexicana. Istilah teosinte sebenarnya digunakan untuk menggambarkan semua spesies dalam genus Zea, kecuali Zea mays ssp. mays. Proses domestikasi menjadikan jagung merupakan satu-satunya spesies tumbuhan yang tidak dapat hidup secara liar di alam. Hingga kini dikenal 50.000 varietas jagung, baik ras lokal maupun kultivar.(wikipedia,2010).
Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga merupakan sumber proteinyang penting dalam menu masyarakat Indonesia. Kandungan gizi utama jagung adalah pati (72-73%), dengan nisbah amilosa dan amilopektin 25-30% : 70-75%, namun pada jagung pulut (waxy maize) 0-7% : 93-100%. Kadar gula sederhana jagung (glukosa, fruktosa, dan sukrosa) berkisar antara 1-3%. Protein jagung (8-11%) terdiri atas lima fraksi, yaitu: albumin, globulin, prolamin, glutelin, dan nitrogen nonprotein. Perbedaan quality protein maize (QPM) dengan jagung biasa terletak pada proporsi fraksi proteinnya. Fraksi globulin (merupakan zein II) pada jagung biasa (31%) jauh lebih tinggi dibanding QPM (6%). Zein miskin akan lisin dan triptofan, yang merupakan asam amino pembatas pada jagung. (Mertz 1972).
Oleh karena itu, mutu protein QPM (82%) jauh lebih tinggi dibanding dengan jagung biasa (32%), bahkan lebih tinggi dari mutu protein beras (79%) dan gandum (39%). Varietas Srikandi Putih dan Srikandi Kuning adalah jagung QPM unggul, baik untuk pangan maupun pakan. Asam lemak pada jagung meliputi asam lemak jenuh (palmitat dan stearat) serta asam lemak tidak jenuh, yaitu oleat (omega 9) dan linoleat (omega-6). Pada QPM terkandung linolenat (omega-3). Linoleat dan linolenat merupakan asam lemak esensial. Lemak jagung terkonsentrasi pada lembaga, sehingga dari sudut pandang gizi dan sifat fungsionalnya, jagung utuh lebih baik daripada jagung yang lembaganya telah dihilangkan. Vitamin A atau karotenoid dan vitamin E terdapat dalam komoditas ini, terutama pada jagung kuning. Selain fungsinya sebagai zat gizi mikro, vitamin tersebut berperan sebagai antioksidan alami yang dapat meningkatkan imunitas tubuh dan menghambat kerusakan degeneratif sel. Jagung juga mengandung berbagai mineral esensial, seperti K, Na, P, Ca, dan Fe. Faktor genetik sangat berpengaruh terhadap komposisi kimia dan sifat fungsional. Data karakteristik terinci gizi varietas jagung Indonesia masih sangat terbatas. Hal ini perlu diperhatikan oleh para peneliti jagung, praktisi industri pangan, dan pemangku kepentingan (stakeholder) untuk mengangkat jagung tidak hanya dari segi produksi tetapi juga mutu gizi dan pemanfaatannya. (Inglett 1987).


SIFAT FISIK JAGUNG
Secara struktural, biji jagung yang telah matang terdiri atas empat bagian utama, yaitu perikarp, lembaga, endosperm, dan tip kap. Perikarp merupakan lapisan pembungkus biji yang berubah cepat selama proses pembentukan biji. Pada waktu kariopsis masih muda, sel-selnya kecil dan tipis, tetapi sel-sel itu berkembang seiring dengan bertambahnya umur biji. Pada taraf tertentu lapisan ini membentuk membran yang dikenal sebagai kulit biji atau testa/aleuron yang secara morfologi adalah bagian endosperm. Bobot lapisan aleuron sekitar 3% dari keseluruhan biji (Inglett 1987). Lembaga merupakan bagian yang cukup besar. Pada biji jagung tipe
gigi kuda, lembaga meliputi 11,5% dari bobot keseluruhan biji. Lembaga ini sendiri sebenarnya tersusun atas dua bagian yaitu skutelum dan poros embrio (embryonic axis). Endosperm merupakan bagian terbesar dari biji jagung, yaitu sekitar 85%, hampir seluruhnya terdiri atas karbohidrat dari bagian yang lunak (floury endosperm) dan bagian yang keras (horny endosperm) (Wilson 1981). Lembaga terdiri atas plumula, radikel, dan skutelum, yaitu sekitar 10% dan perikarp 5%. Perikarp merupakan lapisan luar biji yang dilapisi oleh testa dan lapisan aleuron. Lapisan aleuron mengandung 10% protein (Mertz 1972). Setiap tip cap adalah bagian yang menghubungkan biji dengan janggel. Lapisan aleuron, perikarp, dan lembaga mengandung protein dengan kadar yang berbeda. Lembaga juga mengandung lemak dan mineral            (Inglett 1987).


KOMPOSISI KIMIA BIJI JAGUNG
Informasi komposisi kimia proksimat cukup banyak tersedia. Keragaman data pada masing-masing komponen gizi sangat besar. Tabel 2 menunjukkan komposisi kandungan zat gizi pada berbagai tipe jagung. Keragaman komposisi tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik maupun lingkungan.
Biji jagung kaya akan karbohidrat. Sebagian besar berada pada endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin. Pada jagung ketan, sebagian besar atau seluruh patinya merupakan amilopektin. Perbedaan ini tidak banyak berpengaruh pada kandungan gizi, tetapi lebih berarti dalam pengolahan sebagai bahan pangan. Jagung manis tidak mampu memproduksi pati sehingga bijinya terasa lebih manis ketika masih muda.
Kandungan gizi Jagung per 100 gram bahan adalah:
·                     Kalori : 355 Kalori
·                     Protein : 9,2 gr
·                     Lemak : 3,9 gr
·                     Karbohidrat : 73,7 gr
·                     Kalsium : 10 mg
·                     Fosfor : 256 mg
·                     Ferrum : 2,4 mg
·                     Vitamin A : 510 SI
·                     Vitamin B1 : 0,38 mg
·                     Air : 12 gr
Dan bagian yang dapat dimakan 90 %.
Untuk ukuran yang sama, meski jagung mempunyai kandungan karbohidrat yang lebih rendah, namum mempunyai kandungan protein yang lebih banyak.


SIFAT BIOLOGI
Berdasarkan bukti genetik, antropologi, dan arkeologi diketahui bahwa daerah asal jagung adalah Amerika Tengah (Meksiko bagian selatan). Budidaya jagung telah dilakukan di daerah ini 10.000 tahun yang lalu, lalu teknologi ini dibawa ke Amerika Selatan (Ekuador) sekitar 7000 tahun yang lalu, dan mencapai daerah pegunungan di selatan Peru pada 4000 tahun yang lalu. Kajian filogenetik menunjukkan bahwa jagung (Zea mays ssp. mays) merupakan keturunan langsung dari teosinte (Zea mays ssp. parviglumis). Dalam proses domestikasinya, yang berlangsung paling tidak 7000 tahun oleh penduduk asli setempat, masuk gen-gen dari subspesies lain, terutama Zea mays ssp. mexicana. Istilah teosinte sebenarnya digunakan untuk menggambarkan semua spesies dalam genus Zea, kecuali Zea mays ssp. mays. Proses domestikasi menjadikan jagung merupakan satu-satunya spesies tumbuhan yang tidak dapat hidup secara liar di alam. Hingga kini dikenal 50.000 varietas jagung, baik ras lokal maupun kultivar.
Selain itu jagung merupakan bahan hasil pertanian yang bersifat non klimaterik karena pada jagung tidak mempunyai perubahan sifat seperti halnya buah klimaterik. Selain itu jagung than lama dalam penyimpanan karena jagung mempunyai lapisan yang menghambat laju repirasinya yaitu lapisan perikrap. Selain dilapisi jagung juga memiliki kadar air yang rendah sehingga menambah keawetannya.


Pemanfaatan jagung
Jagung saat ini telah diolah dalam berbagai olahan baik dalam bentuk olahan dari tepung jagung, pati jagung, lemak jagung, dan gula jagung. Berbagai produk olahan dari jagung dapat ditemui di tempat penjualan bahan pangan, bahkan saat ini olahan jagung semakin bervariasi sampai makanan ringan yang menggunakan bahan baku dari jagung.
Berikut hasil dari olahan jagung:
·         Minyak jagung
·         Gula jagung
·         Tepung jagung
·         Pati jagung
·         Makanan ringan
·         Susu jagung
·         Kue dari bahan dasar jagung
Dan masih banyak lagi bahan pangan yang dapat dibuat dari bahan dasar jagung, karena manfaatnya yang baik bagi kesehatan maka jagung menjadi bahan baku yang baik untuk dikonsumsi dan takheran apabila produk dari bahan dasar jagung memiliki harga yang relatif mahal.


Kesimpulan
1.      Jagung merupakan pangan fungsional.
2.      Jagung merupakan buah non klimaterik.
3.      Jagung memiliki kandungan/zat yang diperlukan tubuh.
4.      Jagung merupakan bahan yang baik sebagai olahan panganan.



Daftar pustaka

·         Inglett, G. E. 1987. Kernel, Structure, Composition and Quality. Ed. Corn: Culture. Processing and Products. Avi Publishing Company, Westport.

·         Merts. 1972. Recent improvement in corn protein. In: G.E. Inglett. (Ed.). Symposium Seed Protein. The AVI Publ. Co. Inc. New York.

·         Wilson, C.M. 1981. Variations in soluble endosperm proteins of corn (Zea
mays L.) in breeds as detected by disc gel electrophoresis Cereal
Chem. 58(5):401-408.

·         http://id.wikipedia.org/wiki/Jagung/2010