A. LATAR BELAKANG
Sagu (Metroxylon sp.) di duga berasal dari Maluku dan Irian. Hingga saat ini belum ada data yang mengungkapkan sejak kapan awal mula sagu ini dikenal. Di wilayah Indonesia bagian Timur, sagu sejak lama dipergunakan sebagai makanan pokok oleh sebagian penduduknya terutama di Maluku dan Irian Jaya. Teknologi eksploitasi, budidaya dan pengolahan tanaman sagu belum dipandang serius oleh pemerintah negara ini padahal sagu merupakan pontensi yang sangat besar bagi pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat sebagai sumber energi. Sedangkan negara yang tidak mempunyai potensi untuk tumbuhnya sagu seperti Malaysia justru mengeksploitasi teknologi pengolahan sagu yang berasal dari Indonesia.
Manfaat sagu selain sebagai bahan pangan, juga dapat digunakan sebagai obat sakit perut seperti: Perut Kembung, Mencret, Buang Air Besar dengan darah, Muntah-muntah dan semua gangguan pada perut.
Sagu dapat diolah dengan bermacam-macam panganan yang selain memberikan rasa dan manfaat bagi tubuh juga memberi nilai tambah setelah diolah seperti mi sagu, roti, biscuit, sagu, sup, sagu, papeda dan masihbanyak lagi panganan yang dapat dibuat dari tepung sagu.
B. DASAR TERORI
Sagu adalah butiran atau tepung yang diperoleh dari teras batang pohon sagu atau rumbia (Metroxylon sago Rottb.). Tepung sagu memiliki ciri fisik yang mirip dengan tepung tapioka. Dalam resep masakan, tepung sagu yang relatif sulit diperoleh sering diganti dengan tepung tapioka, meskipun keduanya sebenarnya berbeda.
Sagu merupakan makanan pokok bagi masyarakat di Maluku dan Papua yang tinggal di pesisir. Sagu dimakan dalam bentuk papeda, semacam bubur, atau dalam bentuk-bentuk yang lain. Sagu sendiri dijual sebagai tepung curah maupun yang dipadatkan dan dikemas dengan daun pisang. Selain itu, saat ini sagu juga diolah menjadi mi dan mutiara.
Sebagai sumber karbohidrat, sagu memiliki keunikan karena terdapat di daerah rawa-rawa (habitat alami rumbia). Kondisi ini memiliki keuntungan ekologis tersendiri, walaupun secara ekonomis kurang menguntungkan (menyulitkan distribusi).
Tepung sagu kaya dengan karbohidrat (pati) namun sangat miskin gizi lainnya. Ini terjadi akibat kandungan tinggi pati di dalam teras batang maupun proses pemanenannya.
Seratus gram sagu kering setara dengan 355 kalori. Di dalamnya rata-rata terkandung 94 gram karbohidrat, 0,2 gram protein, 0,5 gram serat, 10mg kalsium, 1,2mg besi, dan lemak, karoten, tiamin, dan asam askorbat dalam jumlah sangat kecil.(wikipedia 2010)
Di seluruh nusantara terdapat pohon sagu dan sagu-saguan. Daerah-daerah yang merupakan sagu utama ialah Irian Jaya, Maluku (terutama Seram dan Halmahera), Sulawesi, Kalimantan (terutama Kalimantan Barat) dan Sumatera (terutama Riau). Hutan sagu alam yang luas terdapat di sepanjang dataran rendah pantai dan muara sungai di Irian Jaya, Seram, Halmahera dan Riau. Di daerah lain hutan sagu yang ada sekarang kebanyakan merupakan kebun sagu yang meliar menjadi hutan karena tidak ada pemeliharaan (Heyne, 1950).
Di Jawa sagu tidak terdapat umum dan ditemukan secara terbatas di Banten dan di beberapa tempat sepanjang pantai utara Jawa Tengah. Di daerah Maluku Tenggara yang berhujan kurang, sagu ditemukan lebih sedikit atau tidak ada. Di Bali, Nusa Tenggara Barat dan Timur serta Timor Timur tidak terdapat sagu. Yang ada ialah sagu-saguan. (Wijandi,dkk 1981).
Komponen yang paling domonan dalam aci sagu adalah pati (karbohidrat). Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan untuk persediaan bahan makanan. Komposisi kimia dalam setiap 100 gram aci terdiri dari 355 kal kalori, 0,7 gr protein, 0,2 gr lemak, 84,7 gr karbohidrat, 14 gr air, 13 mg fosfor, 11 mg kalsium, 1,5 gr besi (Haryanto dan Philipus, 1992).
Pati sagu mengandung sekitar 27 persen amilosa dan sekitar 73 persen amilopektin. Rasio amilosa akan mempengaruhi sipat pati itu sendiri. Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering, kurang lekat dan cenderung meresap lebih banyak air (higroskopis). Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan (1-4)α – glukosa, sedangkan amilopektin mempunyai ikatan (1-6)α – glukosa seperti yang disajikan bercabang (Wiranatakusumah, dkk, 1986).
Sagu merupakan tanaman penghasil karbohidrat yang paling produktif. Tabungan karbohidrat di hutan sagu Indonesia mencapai 5 juta ton pati kering per tahun, setara dengan 3 juta kiloliter bioetanol. Mengingat habitat sagu di lahan payau dan tergenang air maka pengembangan sagu sebagai sumber energi bioetanol tidak akan membahayakan ketahanan pangan. Sekitar Danau Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua. Di tempat tersebut dijumpai keragaman plasma nutfah sagu yang paling tinggi. Areal sagu terluas terdapat di Papua (1,2 juta ha) dan Papua Nugini (1,0 juta ha) yang merupakan 90% dari total areal sagu dunia. Tanaman sagu tersebar di wilayah tropika basah Asia Tenggara dan Oseania, terutama tumbuh di lahan rawa, payau atau yang sering tergenang air. Batang sagu ditebang menjelang tanaman berbunga, saat kandungan patinya tertinggi. Setelah
Sumber tepung sagu yang utama adalah Metroxylon Sagu, yang ditemukan Asia Bagian tenggara dan Guinea Baru; lain jenis, termasuk M. salomonense dan M. amicarum ditemukan di Melanesia Dan Micronesia di mana itu lebih sedikit penting secara ekonomis sebagai sumber sagu untuk dikonsumsi. Tepung Sagu atau Metroxylon memiliki karbohidrat yang hampir murni dan mempunyai sangat kecil protein, vitamin, atau mineral. Seratus gram dari sagu kering menghasilkan 355 kalori, mencakup suatu rata-rata 94 gram karbohidrat, 0.2 gram protein, 0.5 gram dari serabut berkenaan dg aturan makan, 10mg zat kapur, 1.2mg besi/ setrika, dan sedikit karotein, thiamine, dan cuka asorbik. Sagu dapat disimpan untuk minggu atau bulan, walaupun umumnya disepakati dimakan segera setelah itu diproses (Anonim, 2008).
Pengolahan bagian dalam batang pohon sagu menjadi bagian-bagian kecil dengan menggunakan parut yang terbuat dari bahan kayu dan paku sebagai mata parut. Pada masyarakat Akit di Pulau Rupat alat tersebut dikenal dengan sebutan pahut sagu. Masyarakat Mentawai di Pulau Siberut mencacah bagian dalam batang pohon sagu dengan alat yang disebut kukuilu. Alat ini berbentuk segitiga yang terbuat dari kayu yang diikat satu sama lain dengan menggunakan tali dari kulit kayu. Pemrosesan sari/pati sagu dan pengeringan. Pati sagu dikeluarkan dari parutan sagu dengan cara diinjak-injak dengan kaki. Kegiatan tersebut di Pulau Lingga disebut diirik, sehingga alatnya disebut juga alat pengirik yang terdiri dari langgar atau pelantar terbuat dari kayu lait, dan diberi dasar tikar sebagai wadah tempat sagu. Biasanya di dekat alat pengirik dipasang timba air yang berfungsi untuk menyiram parutan sagu yang diinjak-injak, yang terdiri dari bambu, tali, timba, dan batu pemberat. Selanjutnya pati sagu ditampung dengan ube atau uba (penampung). Alat tersebut berbahan kayu dan berbentuk menyerupai perahu pencalang. Pada ujungnya dibuat lobang tempat keluar air. Apabila uba dipenuhi air, sementara pengirikan masih berlangsung, maka air akan keluar melalui lubang tersebut, sedangkan pati sagu mengendap pada dasar uba. Hasil sagu irikan diambil dari dalam uba. Karena sagu yang dihasilkan masih kotor maka dimasukkan ke tempayan yang 2/3 diisi air laut kemudian diaduk sehingga ampas kotoran lainnya naik ke permukaan dan pati sagu mengendap di dasar tempayan (Susilowati, 2008).
Pembuatan suspensi pati dilakukan dengan langkah memasukkan aci sagu ke dalam tangki suspensi dan ditambah dengan air sampai suspensi pati mencapai konsentrasi 35 % bahan kering. Kemudian pH diatur menjadi 6,0-6,5 dengan penambahan CH3COOH. Selanjutnya suspensi pati ditambah termamyl 60 L dengan dosis satu liter (1L) untuk setiap ton bahan baku atau 0,001 ml/gram aci, sambil di aduk agar setiap bagian yang terkandung merata (Harsanto, 1986).
Untuk mendapatkan aci sagu, maka dari empelur batang sagu diperlukan ekstraksi aci dengan bantuan air sebagai perantara. Sebelumnya empelur batang dihancurkan terlebih dahulu dengan ditokok atau diparut. Ditinjau dari cara alat yang digunakan, cara ekstraksi sagu yang dilakukan di daerah-daerah penghasil sagu di Indonesia saat ini dikelompokkan secara tradisonal, ekstraksi semi mekanis dan ekstraksi secara mekanis (Pietries, 1966)
PENGOLAHAN SAGU
1. PENGOLAHAN SAGU MENJADI PATI
Sagu dipanen dengan tahap sebagai berikut:
- Pohon sagu dirubuhkan dan dipotong hingga tersisa batang saja.
- Batang dibelah memanjang sehingga bagian dalam terbuka.
- Bagian teras batang dicacah dan diambil.
- Teras batang yang diambil ini lalu dihaluskan dan disaring.
- Hasil saringan dicuci dan patinya diambil.
- Pati diolah untuk dijadikan tepung atau dikemas dengan daun pisang (dinamakan "basong" di Kendari).
Bahan
Adapun bahan yang digunakan adalah:
Batang sagu
Alat
Adapun alat yang digunakan adalah:
- Pisau
- Talenan
- Saringan
- Kain saring
- Panci perebusan stainless steel
- Baskom
- Ember
- Parang
- Karung goni
Prosedur
Adapun prosedur pengolahanya adalah:
- Dikupas bahan kemudian dicuci.
- Diparut bahan sampai halus menjadi bubur.
- Ditambahkan air pada bahan yang sudah menjadi bubur dengan perbandingan 1:2
- Diaduk agar pati banyak terlepas dari sel batang.
- Dilakukan penyaringan suspensi pati bubur sagu yang disaring, sehingga pati lolos dari saringan sebagai suspansi pati dan serat tertinggal pada kain saring.
- Ditampung suspensi pati di dalam wadah selama 12 jam.
- Dibiarkan pati dalam wadah selama 24 jam dan akan mengendap seperti pasta.
- Dibuang cairan diatas endapan pasta dan dijemur hingga kering.
- Setelah kering pati dihaluskan dan dapat disimpan.
Sagu dapat dibuat menjadi makanan yang enak dan member harga jual tambah jika diolah misalnya sebagai biscuit. Berikut cara pengolahan biscuit dari pati sagu.
- PENGOLAHAN SAGU MENJADI BISCUIT
Sagu dapat pjuga diolah menjadi biscuit yang enak. Berikut cara pengolahanya:
Bahan:
- Tepung terigu
- Tepung sagu Gula halus
- Mentega
- Telur
- Butter
Alat:
- Baskom
- Mixer
- Sendok makan
- Plastik 10 kg
- Loyang
- Oven
- Cetakan
- Kuas
- Stoples
- Sarung tangan plastik
- Gilingan kue
- Serbet bersih
Prosedur Percobaan:
- Ditimbang bahan.
- Dikocok telur hingga mengembang.
- Dihaluskan gula dan mentega kedalam telur.
- Dikocok hingga warna menjadi lebih putih.
- Dimasukkan tepung terigu dan sagu sedikit demi sedikit hingga adonan kalis atau dapat dicetak.
- Dipanggang dengan suhu 1800C selama + 25 menit
Biscuit sagu selain rasanya yang enak juga lebih tahan disimpan dalam jangka waktu tertentu.
3. PENGOLAHAN SAGU MENJADI OBAT SAKIT PERUT
sagu juga bisa digunakan untuk obat sakit perut seperti:
1. Perut Kembung ,
2. Mencret,
3. Buang Air Besar dengan darah,
4. Muntah-muntah,
5. Semua gangguan perut.
1. Perut Kembung ,
2. Mencret,
3. Buang Air Besar dengan darah,
4. Muntah-muntah,
5. Semua gangguan perut.
cara membuat ramuan obat sakit perut dari SAGU:
1. Ambil segelas air putih
2. Masukkan 3 sendok makan Tepung SAGU.
3. Masukkan gula jawa
4. Masukkan garam sesuai selera, untuk penyedap saja.
5. Langsung diminum.
1. Ambil segelas air putih
2. Masukkan 3 sendok makan Tepung SAGU.
3. Masukkan gula jawa
4. Masukkan garam sesuai selera, untuk penyedap saja.
5. Langsung diminum.
Jangan di campur apa-apa terlebih daulu, karena dikawatirkan menyebabkan iritasi pada lambung dan usus. Resep ini dipercayai mampu mengobati semua gangguan pada perut.
Sagu bisa nyembuhi sakit perut.Hal ini disebabkan karena sagu yg diminum mampu melindungi usus dan lambung dari asam lambung yg berasal dari tubuh, yang dapat menimbulkan sakit perut karena telat makan, makan tidak teratur,dan magh.
KESIMPULAN
Tanaman sagu banyak terdapat di Indonesia terutama Maluku, Papua dan Kalimantan. Kalimantan Barat sagu belum dimanfaatkan dengan baik dan optimal oleh masyarakat. Sagu yang berpotensi tinggi sebagai sumber karbohidrat dan dapat digunakan sebagai obat sakit perut, sagu juga dapat diolah menjadi olahan panganan yang memberi harga jual tambah diantaranya biscuit sagu.
Daftar Pustaka
Heyne, K. 1950. De nuttige planten van Indonesie. Deel I. N.V. Uitgeverij W. van Hoeve's-Gravenhage. 1450 h.
Haryanto, B. dan Philipus Pangloli.1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius: Bogor.
Pietries, D. 1996. Study Mengenai Hutan Sagu di Maluku. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Susilowati, N. 2008. Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif. Dikutip dari http://balarmedan.wordpress.com/peralatan-tradisionalpengolahan-sagu-di-pulau-siberut-rupat-dan-pulau-lingga.
Wiranatakusumah, M.A.,A, Apriantono, Ma’arif, Suliantari, D. Muchtadi dan K, Otaka.1986. Isolation Characterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar. Teknologi Consultation. Jakarta.
Wijandi, S., Ch. Pandji, S. Hardjo, Machmud, & E. Gumbira. 1981. Pengembangan pengelolaan sagu di Sulawesi Tenggara dan Maluku. Fak. Teknologi & Hasil Pertanian IPB.
Wikipedia,2010. http://id.wikipedia.org/wiki/Sagu.